Adhielesmana | Sebuah Perjalanan

18 Oktober 2011

Hujan dan Kakek Tua

rintik gerimis begitu rapat..
meski belum selebat hujan..
perlahan ku pacu sepeda motorku..
hingga samar samar ku lihat ada seorang kakek tua..
ku hampiri beliau.. kutanya.. mau kemana kakek..
mau pulang nak dari gereja..
terbata bata ia menjawabnya..
ternyata kakek sudah renta,..
sudah susah menyampaikan sepatah duapatah kata..

seketika hatiku tersentak.. ya Yesus..
dalam hujan kakek tua ini tidak mengeluh..
mungkin, berkat firman dan kekuatan iman yang ia dapatkan dari gereja,
mampu membuatnya semangat berjalan pulang..
meski tanpa payung dan jas hujan..

kukatakan sebaiknya kakek saya antar..
lalu kakek tersebut mengangguk..
entah beliau dari gereja mana..
entah beliau siapa aku juga tak tau namanya..
yang jelas aku merasa terpanggil..
aku merasa aku harus mengantarnya..

sesampainya ku antar sampai dirumah
dia bersusah payah berusaha mengucapkan terima kasih padaku.
namun aku paham.. aku mengangguk.. lalu bergegas berlalu..

sesaat dijalan aku berfikir..
bukankah suatu saat aku akan tua..
seperti kakek itu..
semoga apa yang aku lakukan saat ini..
akan kembali padaku di suatu ketika aku tua nanti.

"karena aku yakin, kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain disaat ini..
adalah tabungan untuk kebaikan orang lain kepada kita di masa mendatang.."

Balada Komidi Putar

tak mudah untuk berhenti,
tak mudah pula untuk sekedar melalui..

sesuatu itu terus berjalan..
memutar dan memutar..
bagai sebuah permainan tanpa ujung..

layaknya sebuah komidi putar..
ku terpikat indahnya aneka tunggangan di dalamnya..
namun seketika ku memegang satu tunggangan dan menaikinya..
ku tak mampu lepas..
ku terus ikut berputar berputar dan berputar..

seketika banyak teman sebaya yang ikut bermain..
seketika pula hatiku bangga karena aku jadi yang pertama menaikinya..
namun seketika mereka berlalu meninggalkan komidi putar
seketika itu pula hatiku sepi.. jiwaku hilang.. seakan tersadar..
aku harus berhenti juga, karena ada yang menantiku diluar komidi putar..

aku tak mampu lepas.. aku tak mampu berontak..
aku tak mampu turun.. seolah olah aku khawatir..
akan bagaimana nasib tunggangan komidi putarku ini..
siapa yang akan bersamanya.. siapa yang akan menaikinya nanti..
akankah komidi putarku kesepian jika aku pergi..

aku terlalu bodoh.. aku terlalu mengambil perasaan terlalu dalam..
mengapa aku harus menghawatirkannya.. itu hanya sebuah komidi putar..
seharusnya cukup kunikmati kesenangannya,
lantas berlalu setelah aku lelah menungganginya..

aku sadar, bukan komidi putarlah yang menahanku..
tapi perasaanku lah yang membuatku tak kuasa turun dan berlalu pergi..

" balada komedi putar..
selalu berputar.. meski seakan bergerak maju.."

semoga aku mampu menghentikannya..
lantas berlalu meninggalkannya..

love like a wireless signal

^ love like a wireless signal, somtimes very low, sometimes very good..